Sertifikat Halal untuk Kosmetik

Kosmetik telah jadi bagian dari keseharian kita. Bukan hanya bagi para wanita, namun juga bagi kaum pria. Di sisi lain, kebutuhan akan kosmetik yang baik kini tak hanya soal keamanan bahan dari tinjauan kesehatan, namun juga dari segi kehalalan. 

Seperti kita tahu, aturan dalam Islam mengharamkan produk berbahan kandungan hewan tertentu. Proses produksi juga menentukan kehalalan. Pengujian produk juga harus sesuai syariat Islam, dengan tidak melakukan penyiksaan terhadap binatang. 

Saat pengaplikasiannya, kosmetik tidak diperbolehkan menghalangi air wudhu bersentuhan langsung dengan kulit. Ada yang berpendapat, kosmetik bisa terhapuskan air wudhu. Yang menjadi persoalan, tak semua bagian tubuh yang memakai kosmetik tidak halal, tersentuh air wudhu. Sedangkan telah diatur, jika saat berbasuh dan air wudhu tak mengenai anggota tubuh, wudhu pun menjadi tidak sah. Apa jadinya, jika kosmetik yang digunakan mengandung bahan yang haram atau proses pembuatannya yang tidak halal?

Mengapa perlu memakai kosmetik halal?

Menurut Advisor Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI, Mulyorini R Hilwan, ada lima alasan kosmetik perlu disertifikasi halal, yakni memenuhi kebutuhan konsumen Muslim, memiliki keunggulan kompetitif, memenuhi peraturan pemerintah, beberapa bahan kosmetik kritis dari segi kehalalannya, serta beberapa kosmetik bersifat tahan air. 

Aturan terkait kewajiban melakukan sertifikasi halal untuk kosmetik mulai diberlakukan pada 17 Oktober 2021. Hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal [UU JPH]. Program sertifikasi halal ini diserahkan kepada lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal [BPJPH] Kementerian Agama [Kemenag]. Dalam menjalankan tugasnya, BPJPH melibatkan Lembaga Pemeriksa Halal [LPH] yang berwenang dalam pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, dengan Majelis Ulama Indonesia [MUI] yang menetapkan fatwa kehalalan produk.

Kewajiban bersertifikat halal oleh BPJPH mulai diberlakukan sejak 17 Oktober 2019, yang diawali dengan pemberlakuan untuk produk makanan, minuman, serta hasil dan jasa sembelihan. Wajib sertifikat halal untuk kosmetik ini merupakan tahap kedua. 

Bagaimana proses sertifikasi?

Berikut detail proses pengajuan sertifikasi halal, seperti diungkapkan analis kebijakan di Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Fitriah Setyarini: 

  1. Pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH.
  2. BPJPH melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen permohonan yang dipersyaratkan.
  3. Pelaku usaha memilih Lembaga Pemeriksa Halal [LPH]; BPJPH kemudian menetapkan LPH jika persyaratan permohonan dinyatakan lengkap.
  4. LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk.
  5. Majelis Ulama Indonesia [MUI] menerbitkan penetapan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa Halal. Berdasarkan dari MUI tersebut, BPJPH menerbitkan sertifikat halal.

Sementara berkenaan dengan dokumen, menurut Fitriah Setyarini, seperti dikutip dalam situs Kemenag menyebutkan, dokumen persyaratan yang wajib dipenuhi pelaku usaha dalam pengajuan sertifikasi halal, antara lain:

  • surat permohonan
  • formulir pendaftaran
  • nama produk dan jenis produk
  • daftar produk dan bahan yang digunakan
  • dokumen pengolahan produk dan sistem jaminan produk halal

Selengkapnya dapat dilihat lebih lanjut di situs resmi BPJPH.

Nah, saatnya untuk bersiap memilih kosmetik dengan sertifikat halal. Bagaimana dengan pelaku usaha kosmetik? Sudah siap mendapatkan sertifikat halal untuk produk-produknya? [][foto: xframe.io]

Soraya Ratnawulan Mita

Pemimpin Redaksi

Tags:
Anda belum dapat berkomentar. Harap Login terlebih dahulu

Komentar

  • Belum ada komentar !